Selasa, 09 November 2010

GUNADARMA

Heemm..apa yang bisa saya katakan tentang Gunadarma ya? Salah satu universitas swasta terbaik kah? Atau salah satu Universitas bidang IT terbaik kah? Sejujurnya saya katakan saya tidak menyangka kalau ternyata Gunadarma itu memang yang terbaik. Dulu saya berpikir Gunadarma hanyalah salah satu Universitas swasta yang tidak menonjol, bahkan saya masuk ke Gunadarma karena jaraknya yang dekat dengan rumah saya dan bukan karena prestasinya. Tapi belakangan, setelah saya menjalani kehidupan mahasiswa di Gunadarma yang ternyata berat, saya menjadi sadar akan kredibilitas Gunadarman yang memang bagus dan saya tidak menyesal masuk ke jurusan Tehnik informatika.

Tadinya saya merasa bingung bagaimana kehidupan perkuliahan di Gunadarma, namun sekarang tidak saya rasakan lagi. Jika saya lupa akan jadwal kuliah atau ingin tahu nilai-nilai saya, saya tinggal membuka situs studentsite. Di dalam studentsite banyak terdapat fitur-fitur yang amat membatu mahasiswa baaru seperti saya, pemakaiannya mudah dan jelas. Namun kadang ada kesulitan saat ingin log in kedalamnya. Tugas-tugas dari dosen kadang mengharuskan kita untuk menguploadnya ke student site atau melihat tugas itu sendiri kedalam student site. Yang jelas, students site merupakan website yang amat membantu saya.

Pertama kali saya masuk ke Gunadarma saya bingung dengan nomer NPM saya atau saya berada di kelas mana, jika harus melihat ke kampus, saya bingung harus melihat dimana. Untung saja salah satu teman saya menyarankan saya untuk membuka website baak online. Di baak online saya dapat melihat berbagai informasi terbaru dari Gunadarma disertai tanggal-tanggalnya. Menunyapun tidak sulit dan jujur saya beruntung Gunadarma membuat website seperti ini.

Kadang saya merasa lelah dan bosan dengan perkuliahan di dalam kelas, rasa jenuh tak dapat saya singkirkan, untung saja Gunadarma memiliki cara pengajaran yang berbeda yaitu dengan menggunakan v-class atau virtual, jadi kami para mahasiswa diajarkan untuk berkuliah dengan system internet. Sepertinya Gunadarma tahu dan mengerti kalau mahasiswa butuh sesuatu yang berbeda dan meningkat ilmu pengetahuan, tidak banyak Universitas yang menyediakan fasilitas v-class seperti ini.

Oh iya tugas! Ya saya amat muak dengan tugas-tugas yang di berikan oleh Gunadarma, hamper setiap haru saya harus membuka Google untuk dapat menyelesaikan tugas-tugas. Tapi tidak semua ada atau mungkin tidak terlihat oleh mata saya, untung saja Gunadarma menyediakan suatu website tempat saya mencari jawaban dari tugas-tugas yaitu UG Open Courseware, disana sudah tertata sesuai dengan jurusannya, jadi memudahkan saya untuk mencarinya.

Gunadarma juga men-support mahasiswanya dengan berbagai situs lainnya yang bisa di lihat di link yang ada di blog saya. Di Gunadarma saya menemukan teman-teman baru yang baik-baik dan mau membantu saya yang amat awam dengan dunia komputer. Sekian postingan saya tentang Gunadarma. Lain kali akan saya tulis lagi hal yang menarik untuk di tulis

JAIPONGAN


Saat ini saya akan membahas tentang salah satu kebudayaan Indonesia, karena saya berasal dari tanah sunda, saya akan membahas tentang tari jaipong atau yang lebih sering di sebut dengan jaipongan.

Jaipongan adalah sebuah genre seni tari yang lahir dari kreativitas seorang seniman asal Bandung, Gugum Gumbira. Perhatiannya pada kesenian rakyat yang salah satunya adalah Ketuk Tilu menjadikannya mengetahui dan mengenal betul perbendaharan pola-pola gerak tari tradisi yang ada pada Kliningan/Bajidoran atau Ketuk Tilu. Gerak-gerak bukaan, pencugan, nibakeun dan beberapa ragam gerak mincid dari beberapa kesenian di atas cukup memiliki inspirasi untuk mengembangkan tari atau kesenian yang kini dikenal dengan nama Jaipongan.

Sebelum bentuk seni pertunjukan ini muncul, ada beberapa pengaruh yang melatarbelakangi bentuk tari pergaulan ini. Di Jawa Barat misalnya, tari pergaulan merupakan pengaruh dari Ball Room, yang biasanya dalam pertunjukan tari-tari pergaulan tak lepas dari keberadaan ronggeng dan pamogoran. Ronggeng dalam tari pergaulan tidak lagi berfungsi untuk kegiatan upacara, tetapi untuk hiburan atau cara gaul. Keberadaan ronggeng dalam seni pertunjukan memiliki daya tarik yang mengundang simpati kaum pamogoran. Misalnya pada tari Ketuk Tilu yang begitu dikenal oleh masyarakat Sunda, diperkirakan kesenian ini populer sekitar tahun 1916. Sebagai seni pertunjukan rakyat, kesenian ini hanya didukung oleh unsur-unsur sederhana, seperti waditra yang meliputi rebab, kendang, dua buah kulanter, tiga buah ketuk, dan gong. Demikian pula dengan gerak-gerak tarinya yang tidak memiliki pola gerak yang baku, kostum penari yang sederhana sebagai cerminan kerakyatan
.
Seiring dengan memudarnya jenis kesenian di atas, mantan pamogoran (penonton yang berperan aktif dalam seni pertunjukan Ketuk Tilu/Doger/Tayub) beralih perhatiannya pada seni pertunjukan Kliningan, yang di daerah Pantai Utara Jawa Barat (Karawang, Bekasi, Purwakarta, Indramayu, dan Subang) dikenal dengan sebutan Kliningan Bajidoran yang pola tarinya maupun peristiwa pertunjukannya mempunyai kemiripan dengan kesenian sebelumnya (Ketuk Tilu/Doger/Tayub). Dalam pada itu, eksistensi tari-tarian dalam Topeng Banjet cukup digemari, khususnya di Karawang, di mana beberapa pola gerak Bajidoran diambil dari tarian dalam Topeng Banjet ini. Secara koreografis tarian itu masih menampakan pola-pola tradisi (Ketuk Tilu) yang mengandung unsur gerak-gerak bukaan, pencugan, nibakeun dan beberapa ragam gerak mincid yang pada gilirannya menjadi dasar penciptaan tari Jaipongan. Beberapa gerak-gerak dasar tari Jaipongan selain dari Ketuk Tilu, Ibing Bajidor serta Topeng Banjet adalah Tayuban dan Pencak Silat.
Kemunculan tarian karya Gugum Gumbira pada awalnya disebut Ketuk Tilu perkembangan, yang memang karena dasar tarian itu merupakan pengembangan dari Ketuk Tilu. Karya pertama Gugum Gumbira masih sangat kental dengan warna ibing Ketuk Tilu, baik dari segi koreografi maupun iringannya, yang kemudian tarian itu menjadi populer dengan sebutan Jaipongan.

Tidak hanya teknologi yang berkembang, tari jaipongan juga berkembang. Karya Jaipongan pertama yang mulai dikenal oleh masyarakat adalah tari "Daun Pulus Keser Bojong" dan "Rendeng Bojong" yang keduanya merupakan jenis tari putri dan tari berpasangan (putra dan putri). Dari tarian itu muncul beberapa nama penari Jaipongan yang handal seperti Tati Saleh, Yeti Mamat, Eli Somali, dan Pepen Dedi Kurniadi.

Awal kemunculan tarian tersebut sempat menjadi perbincangan, yang isu sentralnya adalah gerakan yang erotis dan vulgar. Namun dari ekspos beberapa media cetak, nama Gugum Gumbira mulai dikenal masyarakat, apalagi setelah tari Jaipongan pada tahun 1980 dipentaskan di TVRI stasiun pusat Jakarta. Dampak dari kepopuleran tersebut lebih meningkatkan frekuensi pertunjukan, baik di media televisi, hajatan maupun perayaan-perayaan yang diselenggarakan oleh pihak swasta dan pemerintah.
Kehadiran Jaipongan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap para penggiat seni tari untuk lebih aktif lagi menggali jenis tarian rakyat yang sebelumnya kurang perhatian. Dengan munculnya tari Jaipongan, dimanfaatkan oleh para penggiat seni tari untuk menyelenggarakan kursus-kursus tari Jaipongan, dimanfaatkan pula oleh pengusaha pub-pub malam sebagai pemikat tamu undangan, dimana perkembangan lebih lanjut peluang usaha semacam ini dibentuk oleh para penggiat tari sebagai usaha pemberdayaan ekonomi dengan nama Sanggar Tari atau grup-grup di beberapa daerah wilayah Jawa Barat, misalnya di Subang dengan Jaipongan gaya "kaleran" (utara).

Ciri khas Jaipongan gaya kaleran, yakni keceriaan, erotis, humoris, semangat, spontanitas, dan kesederhanaan (alami, apa adanya). Hal itu tercermin dalam pola penyajian tari pada pertunjukannya, ada yang diberi pola (Ibing Pola) seperti pada seni Jaipongan yang ada di Bandung, juga ada pula tarian yang tidak dipola (Ibing Saka), misalnya pada seni Jaipongan Subang dan Karawang. Istilah ini dapat kita temui pada Jaipongan gaya kaleran, terutama di daerah Subang. Dalam penyajiannya, Jaipongan gaya kaleran ini, sebagai berikut: 1) Tatalu; 2) Kembang Gadung; 3) Buah Kawung Gopar; 4) Tari Pembukaan (Ibing Pola), biasanya dibawakan oleh penari tunggal atau Sinden Tatandakan (serang sinden tapi tidak bisa nyanyi melainkan menarikan lagu sinden/juru kawih); 5) Jeblokan dan Jabanan, merupakan bagian pertunjukan ketika para penonton (bajidor) sawer uang (jabanan) sambil salam tempel. Istilah jeblokan diartikan sebagai pasangan yang menetap antara sinden dan penonton (bajidor).

Perkembangan selanjutnya tari Jaipongan terjadi pada taahun 1980-1990-an, di mana Gugum Gumbira menciptakan tari lainnya seperti Toka-toka, Setra Sari, Sonteng, Pencug, Kuntul Mangut, Iring-iring Daun Puring, Rawayan, dan Tari Kawung Anten
. Dari tarian-tarian tersebut muncul beberapa penari Jaipongan yang handal antara lain Iceu Effendi, Yumiati Mandiri, Miming Mintarsih, Nani, Erna, Mira Tejaningrum, Ine Dinar, Ega, Nuni, Cepy, Agah, Aa Suryabrata, dan Asep.

Sekarang ini tari Jaipongan boleh disebut sebagai salah satu identitas keseniaan Jawa Barat, hal ini nampak pada beberapa acara-acara penting yang berkenaan dengan tamu dari negara asing yang datang ke Jawa Barat, maka disambut dengan pertunjukan tari Jaipongan. Demikian pula dengan misi-misi kesenian ke manca negara senantiasa dilengkapi dengan tari Jaipongan. Tari Jaipongan banyak mempengaruhi kesenian-kesenian lain yang ada di masyarakat Jawa Barat, baik pada seni pertunjukan wayang, degung, genjring/terbangan, kacapi jaipong, dan hampir semua pertunjukan rakyat maupun pada musik dangdut modern yang dikolaborasikan dengan Jaipong menjadi kesenian Pong-Dut.Jaipongan yang telah diplopori oleh Mr. Nur & Leni

Begitulah kira-kira sedikit tentang kesenian Jawa Barat yang sangat terkenal, walaupun segi pandang masyarakat terhadapt tarian ini banyak perbedaan, kita harus tetap melestarikan kebudayaan Indonesia, jangan sampai kebudayaan kita yang satu di claim oleh bangsa lain. Kita sebagai pemuda Indonesia khususnya yang berdarah sunda, harus membantu kelestarian dari tari ini sehingga anak cucu kita nanti dapat menikmati tarian warisan leluhur dari tanah sunda.

Sumber : Ganjar Kurnia. 2003. Deskripsi kesenian Jawa Barat. Dinas Kebudayaan & Pariwisata Jawa Barat, Bandung dan Wikipedia